Sabtu, 19 November 2011

Seberapa dalam kita mampu melihatnya

oleh Ahmad Hendra Sutiawan pada 21 Oktober 2011 jam 17:04
Seekor induk ayam betina, yg sdng mengerami telur-telurnya di dekat tepian pantai, malam itu terjaga saat mendengar seekor induk penyu merayap perlahan dibutiran putih pasir pantai.

Di perhatikan dgn seksama meski gelap, induk penyu itu menggali pasir putih, pelan dan pasti, ditemani riak gelombang kecil di tepian pasir pantai yg senyap, kaisan sang induk penyu terus terdengar meski hanya sayup dan perlahan, hingga penyu itu seperti terperosok di lubang galian yg cukup dalam.

Indera pendengaran msh terus memperhatikan tingkah laku sang induk penyu, setiap gerak penyu menimbulkan frekuensi yg tergambar dgn jelas di visualisasi induk ayam tersebut. Sang ayam tahu, induk penyu itu sdng mengeluarkan berpuluh2 butir telur, lebih byk yg dr kemampuan sang ayam bertelur.

Tapi tak berapa lama, diperhatikannya sang induk telur terlihat bekerja keras dgn sisa tenaga sehabis bertelur yg melelahkan, sang induk penyu menendang2 butiran pasir yg menumpuk di tepian lobang galian tadi. "Apa? Sudah gila kah induk penyu itu, tega sekali induk penyu itu, telur yang baru saja di lahirkannya dikubur dalam2 di lobang galian tadi."

Saat lobang galian telah rata dgn lapisan pasir sekitarnya, sang induk penyu pun perlahan2 bergerak menjauh, merayap kembali di kegelapan pantai, menuju di bebuih gelombang pantai yang kontinyu, induk ayam msh terus memperhatikan sang induk penyu yg mulai hilang di telan lautan.

"owh, induk yg tega, telur yg baru dilahirkan tega dia kubur dan kini di tinggalkan begitu saja."

Hari berganti hari, sekian lama sang induk penyu tadi tidak pernah di lihat induk ayam kembali utk memperhatikan telur2 yang telah dilahirkannya. Hingga tak sengaja ketika induk ayam mencari makanan utk dirinya agar menjaga tubuhnya hangat saat mengerami telur2nya, terlihat sebutir telur yang lemah tersingkap dr pasir tempat sang induk penyu menguburkan telur2nya.

"Telur yg lemah ini, kasihan sekali, cangkangnya yg lunak bgt tega di kubur dlm pasir dan di tinggalkan bgt saja oleh induknya, telur2 ku yg terlahir dgn cangkang yang keras saja harus ku jaga dan ku erami agar siap menetas menjadi seekor ayam."

Dan tak lama kemudian telur2 induk ayam itu menetas, cecericitnya begitu gaduh saat satu per satu mereka terlahir di dunia, dan menatap terangnya matahari. Dan hari2 induk ayam itu kini berganti, tak lagi mengerami telur2nya, tp berganti menjaga anak2nya dr gangguan yang mencoba mencelakai anak2nya, mengajari anak2nya mencari tempat makanan sampai mereka kuat hidup mandiri.

Hari2 induk ayam yg asik menjaga, melindungi dan mengajari anak2nya agar kuat menjalani hari hari sebagai ayam, sering kali dia perhatikan titik tempat sang induk penyu menguburkan telur2nya, sambil menggumam "telah hilang, mati dan telah menjadi tanah telur2 penyu yg lemah itu."

Hingga takkala siang yang teriak induk ayam melihat dgn jelas di butiran pasir itu perlahan keluar, satu per satu puluhan penyu kecil yg berpunggu keras seperti induknya, seperti berlomba berlarian ke arah deburan ombak pantai, dan tak ada ceicit lemah, yang ada hanya semangat mengarungi samudera dari penyu penyu kecil yang gagah seperti perenang ulung penyu induknya.




Induk ayam itu tak tahu, sang induk penyu setiap detik, setiap gerak kaki kecilnya berdoa :

" ya Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, lindungi lah telur2 lemah ku, lahirkan lah mereka sebagai pribadi pribadi yang tangguh, tegakkan lah punggung mereka dgn keberanian, keraskan lah bahu mereka dgn beban kerasnya kehidupan dunia ini."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar